09 Mei 2009

Perjanjian Kerja & Materai

METERAI DAN SAHNYA SURAT PERJANJIAN ATAU KONTRAK

Apa sih perjanjian kerja itu?

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Artinya di sini ada dua pihak yang terlibat, yaitu: 1. pekerja/buruh; dan 2. pengusaha/pemberi kerja.

Apa syarat-syarat perjanjian kerja?

Syarat-syarat atau dasar-dasar perjanjian kerja pada prinsipnya sama dengan syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata), yaitu: 1. kesepakatan kedua belah pihak (konsensus); 2. kemampuan/kecakapan melakukan perbuatan hukum (cakap hukum); 3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan (obyek tertentu); 4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (causa yang halal)

Di samping itu, syarat-syarat lainnya yaitu perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Kalau tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, apa ada akibat hukumnya? Tentu saja ada.

Kalau tidak memenuhi kedua syarat pertama di atas (syarat subyektif), maka perjanjian kerja tersebut dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar). Artinya, perjanjian tetap berlangsung selama para pihak atau pihak ketiga yang terkait dengan perjanjian belum memintakan pembatalan dan diputuskan batal.

Jika tidak memenuhi kedua syarat terakhir tersebut (syarat obyektif), maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigheid/nietig van rechts wege) . Artinya, perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

Materai tidak masuk ke syarat sah perjanjian kerja, kenapa?

Adanya meterai bukan merupakan syarat sahnya atau dasar-dasar perjanjian kerja. Artinya, perjanjian kerja sah secara hukum jika memenuhi empat syarat di atas. Fungsi meterai yaitu: 1. untuk memperkuat perjanjian kerja bagi para pihak; 2. agar menjadi alat bukti yang sah di pengadilan jika para pihak bersengketa di depan pengadilan.

Pentingnya Materai pada Dokumen Kontrak

Bea Materai adalah pajak atas dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata (UU No. 13/ 1985 tentang Bea Materai).

Bea materai telah diatur secara sederhana yaitu cukup dengan membeli materai tempel atau kertas materai (kertas segel) sehingga tidak perlu datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Berkaitan dengan materai atau bea materai menurut Pasal 2 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai. Dengan demikian maka tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian.

Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata. Bila suatu surat perjanjian/kontrak yang ditandatangani dari semula tidak diberi materai dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permateraian dapat dilakukan belakangan.

Penggunaan materai pada dokumen sebetulnya tidak berhubungan dengan (serta tidak menjamin) sah atau tidaknya perbuatan hukum para pihak yang membuat dokumen tersebut. Ini sematamata karena materai itu hanyalah suatu bukti pelunasan pembayaran pajak. Tidak dilunasinya bea materai dalam dokumen tersebut akan berdampak terhadap kekuatannya sebagai alat bukti karena bea materai adalah pajak atas dokumen, kontrak, surat lainnya yang digunakan sebagai alat bukti tertulis di muka hakim.

Jika dokumen yang akan dipergunakan sebagai alat bukti tidak bermaterai (dianggap tidak membayar bea materai), maka menurut UU Bea Materai, dokumen semestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 % (dua ratus persen) dari bea materai yang tidak atau kurang dibayar. Si pemegang dokumen itu harus melunasi bea materai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemateraian kembali (nazegeling) yang dapat dilakukan melalui Pejabat Kantor Pos. Kalau begitu isi perjanjian kerja apa? • nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; • nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; • jabatan atau jenis pekerjaan; • tempat pekerjaan; • besarnya upah dan cara pembayarannya;

syarat-syarat kerja (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak); mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Ini isi minimal yang harus ada dalam perjanjian kerja. Berapa rangkap perjanjian kerja mesti dibuat? Perjanjian kerja mesti dibuat sekurang-kurangnya dua rangkap masing-masing untuk pekerja/buruh dan pengusaha.

Apa macam-macam perjanjian kerja? Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi: 1. perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT); 2. pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT).

Sedangan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi: 1. tertulis; 2. lisan

Apa sih bedanya antara PKWT dengan PKWTT? PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu; 2. dibuat secara tertulis; 3. dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama; 4. tidak ada masa percobaan kerja (probation)

Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Biasanya orang awam menyebut orang yang bekerja berdasarkan PKWT dengan karyawan kontrak, sedangkan orang yang bekerja berdasarkan PKWTT dengan karyawan tetap.

Apa akibat hukum jika PKWT dibuat secara lisan? Akibat hukumnya adalah perjanjian kerja tersebut menjadi PKWTT. Kalau dalam PKWT mensyaratkan adanya masa probation, apa akibat hukumnya? Perjanjian kerja tersebut batal demi hukum (nietig). Jika ada perbedaan penafsiran dari PKWT yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dengan bahasa asing, manakah yang dipakai? Yang dipakai dan yang berlaku adalah PKWT berbahasa Indonesia. Bagaimana jika ada PKWT yang hanya berbahasa asing atau tidak menggunakan huruf latin? Akibat hukumnya PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. Pekerjaan yang bagaimana sih yang dapat dikategorikan sebagai PKWT? pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya; penyelesaian pekerjaan paling lama tiga tahun; pekerjaan musiman; pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Berapa lama PKWT dapat diadakan? Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu dapat diadakan paling lama dua tahun. Perpanjangannya berapa lama? PKWT dapat diadakan hanya satu kali dan paling lama satu tahun. Untuk itu, paling lama tujuh hari sebelum perjanian berakhir, pengusaha telah memberitahukan maksud perpanjangan tersebut secara tertulis kepada pekerja/buruh. Kalau pembaharuan perjanjian, dapatkah itu diterapkan pada PKWT? Dapat. Pembaharuan boleh dilakukan hanya satu kali dan paling lama dua tahun. Pembaharuan ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak berakhirnya PKWT . Misalnya, bagi PKWT berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, apabila pekerjaan belum dapat diselesaikan maka dapat diadakan pembaharuan. Bagi PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, maka PKWT berubah menjadi PKWTT apabila pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain. Sedangkan PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru tidak dapat diadakan pembaharuan. Kalau begitu, berapa waktu paling lama untuk PKWT? Waktu terlama PKWT: = waktu pengadaan terlama + waktu perpanjangan terlama+waktu pembaharuan = 2 tahun+1 tahun+2 tahun = 5 tahun Apa akibat hukumnya jika tidak memenuhi ketentuan mengenai waktu tersebut, katakanlah waktu pembaruan PKWT tiga tahun? Akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut menjadi PKWTT. Berapa lama masa probation ( Percobaan )? Masa probation paling lama tiga bulan. Bolehkah pengusaha membayar upah pekerja/buruh di bawah upah minimun yang berlaku pada masa probation ini? Tidak boleh secara hukum. Bilamanakah perjanjian kerja berakhir? pekerja meninggal dunia; jangka waktu perjanjian kerja berakhir; adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Sumber: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Kritik & Saran Anda Di Sini...!!!